KANDIDOSIS VULVOVAGINITIS
PENDAHULUAN
Sepanjang hidupnya, seorang wanita diperkirakan pernah mengalami keputihan (fluor albus) minimal satu kali. Fluor albus banyak dialami oleh wanita usia reproduktif. E. Tjitra dkk dari Pusat Penelitian Penyakit Menular, Departemen Kesehatan RI menemukan, etiologi terbanyak dari 168 pasien fluor albus yang datang berobat ke Puskesmas Cempaka Putih Barat I, Jakarta tahun 1988/1989 adalah kandidiasis sebesar 52,8%. Sisanya adalah trikomoniasis 3,7%, infeksi campuran trikomoniasis dan kandidiasis 4,3%, gonorrhoe 1,2%, dan bakterial vaginosis 38%.
Penelitian itu juga melaporkan bahwa dari 18 ibu hamil dan 25 ibu tidak hamil dan tidak ber-KB yang mengalami fluor albus, sebagian besarnya terinfeksi kandidiasis yaitu 66,7% dan 48%. Sementara itu, pada 77 akseptor KB AKDR dan 30 akseptor KB hormonal yang mengalami fluor albus, sebagian besar juga terinfeksi kandidiasis yakni 54,6% dan 53,3%. Melihat hasil survei tersebut, tak mengherankan kasus kandidiasis sering ditemukan di poliklinik kesehatan ibu dan anak atau poliklinik kebidanan.
Kandidiasis vulvovaginal (KVV) tidak digolongkan dalam infeksi menular seksual karena jamur Candida merupakan organisme komensal pada traktus genitalia dan intestinal wanita. Selain itu, pada kenyataannya KVV juga ditemukan pada wanita yang hidup selibat (biarawati). Akan tetapi, kejadian KVV dapat dikaitkan dengan aktivitas seksual. Frekuensi KVV meningkat sejak wanita yang bersangkutan mulai melakukan aktivitas seksual.
Frekuensi wanita mengalami kandidosis vulvovaginitis adalah 20-50% dari seluruh wanita, sumber lain mengatakan frekuensi kandidosis vulvovaginitis adalah sebesar 45% dari seluruh kasus vaginitis. Kultur Candida ditemui pada wanita yang asimtomatik sebanyak 20-50%, dan sekitar 75% dialami oleh wanita di Amerika Serikat, tidak terdapat adanya perbedaan ras dalam predileksi kandidosis vulvovaginitis, dan umumnya menyerang usia remaja dan dewasa.
DEFINISI
Kandidosis vulvovaginitis atau disebut juga kandidiasis vulvovaginitis adalah infeksi vagina dan atau vulva yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans (81%) atau kadang kadang T. Glabrata (16%), spesies lain (C.tropicalis, C.stellatoidea, C.pseudotropicalis, C.krusei) sangat jarang, hanya berkisar 3%.
ETIOLOGI
Penyebab tersering ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina dan feses orang normal. Candida tumbuh sebagai mikroorganisme komensal pada 40-80% manusia sehat berupa blastospora bentuk oval tanpa kapsul, dan bereproduksi melalui pembentukan tunas, hifa yang pipih, memanjang tidak bercabang dan dapat tunbuh dalam biakan atau in vivo sebagai tanda penyakit yang aktif atau budding.
Candida albicans secara alami sebenarnya terdapat pada membrane mukosa dalam tubuh kita, paling banyak terdapat dalam saluran pencernaan. Selain itu, Candida juga ditemukan dalam vagina yang sehat, mulut, dan rektum. Jika pertumbuhannya terlalu pesat, Candida dapat menginfeksi vagina, sehingga terjadi peradangan, yang disebut candidiasis. Candidiasis bisa menyerang wanita di segala usia, terutama usia pubertas. Keparahannya berbeda antara satu wanita dengan wanita lain dan dari waktu ke waktu meski pada wanita yang sama. Gejalanya, bibir vagina dan kulit di sekitarnya membengkak, menjadi kemerahan, nyeri, dan gatal. Vagina terasa panas setiap kali buang air kecil. Dapat juga mengenai mulut, kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis, atau meningitis. Nama lain dari Candidiasis adalah kandidosis, dermatocandidiasis, bronchomycosis, mycotic vulvovaginitis, muguet, dan moniliasis. Istilah candidiasis banyak digunakan di Amerika, sedangkan di Kanada, dan negara-negara di Eropa seperti Itali, Perancis, dan Inggris menggunakan istilah kandidosis, konsisten dengan akhiran–osis seperti pada histoplasmosis dan lain–lain.
Moses membagi etiologi kandidosis vulvovaginitis menjadi :
Kandidosis vulvovaginitis akut, disebabkan oleh Candida albicans (90%).
Kandidosis vulvovaginitis kambuhan, disebabkan oleh Candida glabrata (15%), C.parapsilois, Saccaromyces cereviceae.
PATOFISIOLOGI
Proses infeksi dimulai dengan perlekatan Candida sp. pada sel epitel vagina. Kemampuan melekat ini lebih baik pada C.albicans daripada spesies Candida lainnya. Kemudian, Candida sp. mensekresikan enzim proteolitik yang mengakibatkan kerusakan ikatan-ikatan protein sel pejamu sehingga memudahkan proses invasi. Selain itu, Candida sp. juga mengeluarkan mikotoksin, diantaranya gliotoksin– yang mampu menghambat aktivitas fagositosis dan menekan sistem imun lokal. Terbentuknya kolonisasi Candida sp. memudahkan proses invasi tersebut berlangsung sehingga menimbulkan gejala pada pejamu.
Interaksi Imunologi
Koloni Candida akan meningkatkan beban antigenik yang selanjutnya menimbulkan peralihan dari tipe Th1 menjadi Th2. Transformasi yang dominan ke Th2 justru menghambat proteksi dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas segera (tipe 1). Lebih lanjut, reaksi proteksi lokal imunitas selular pada mukosa vagina dapat berkurang atau hilang bersamaan dengan meningkatnya reaksi alergi.
Interleukin(IL)-1 memicu Th1 untuk memproduksi IL-2. IL-2 akan merangsang pembentukan Th1 lebih banyak. Th1 memproduksi IFN-gamma yang berfungsi menghambat pembentukan germ tube. Reaksi hipersensitivitas tipe 1 berhubungan dengan reaktivitas Th2, yang menghasilkan IL-4 dan meningkatkan produski IgE melalui sel B serta lepasnya PGE2. PGE2 selanjutnya menghambat proliferasi dan produksi dari IL-2. Maka dari itu, adanya PGE2 akan menghambat kemampuan proteksi mukosa vagina terhadap Candida. Selain itu, PGE2 juga menghambat aktivitas makrofag. Dengan kata lain, PGE2 merupakan down regulatory biological response modifier.
Sekitar 71% sekret vagina penderita kandidiasis vulvovagina rekurens (KVVR) dapat ditemukan IgE dan PGE2 sehingga reaksi hipersensitivitas tipe I memberikan respons yang akan merangsang terbentuknya IgE dan meningkatkan virulensi jamur melalui pembentukan germ tube atau melalui supresi pertahanan lokal pejamu. Di samping itu, reaksi hipersensitivitas tipe I menimbulkan tanda dan gejala kandidosis vaginal seperti kemerahan, gatal, terbakar dan bengkak.
Dalam dinding sel Candida terdapat bahan polidispersi yang mempunyai berat molekul tinggi yang menginduksi proliferasi limfosit, produksi IL-2 dan IFN-gama, serta membangkitkan perlawanan sitotoksik sel NK. MP65 yang terdapat di dalam dinding sel C. albicans merupakan antigen yang imunodominan untuk respons imunitas selular pada manusia normal dan mampu menstimulir produksi IL-1b, IFN-g, serta IL-6.
Kandidiasis Vulvovagina Rekurens
Sekitar 30–40% dari pasien KVV akan mengalami infeksi ulang untuk kedua kalinya dan kurang lebih 5% KVV akan menjadi kandidosis vulvovagina rekurens (KVVR).Definisi KVVR adalah 4 atau lebih episode infeksi kandidiasis selama 12 bulan/1 tahun. KVVR merupakan bentuk dari KVV komplikasi.
KVVR, menurut Sobel & Fidel, dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Kelompok dengan jumlah mikroorganisme yang banyak (KOH+, kultur kuantitatif tinggi) yang didominasi oleh bentuk hifa, disertai tanda dan gejala yang khas, baik pada daerah vagina maupun vulva.
2. Kelompok yang jumlah organismenya cukup banyak (KOH +), tetapi gejala dan tanda terbatas pada daerah vagina saja.
3. Kelompok dengan jumlah mikroorganisme sedikit, tetapi gejala dan tanda cukup jelas.
Perbedaan ketiga kelompok diatas juga terletak pada respon imunitas selularnya. Pada kelompok pertama, respon selular lokal berkurang (reaktivitas Th1 berkurang), sedangkan reaksi hipersensitivitas tipe 1 meningkat (reaktivitas Th2 meningkat). Sementara itu, pada kelompok kedua, reaktivitas Th1 menurun, tetapi reaktivitas Th2 tidak ada atau hanya sedikit. Kelompok terakhir, respon selular berupa Th0 (T helper naïf) yang merupakan bentuk awal respon sebelum berubah menjadi Th1 atau Th2.
FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa faktor predisposisi terjadinya KVV diantaranya adalah kehamilan (trimester ketiga), kontrasepsi, diabetes melitus, antibiotik (terutama spektrum luas seperti tetrasiklin, ampisilin, dan sefalosporin oral), menggunakan pakaian ketat dan terbuat dari nilon.
Selama kehamilan, vagina menunjukkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi Candida sehingga prevalensi kolonisasi vagina dan vaginitis simtomatik meningkat, khusunya trimester ketiga. Diduga estrogen meningkatkan perlekatan Candida pada sel epitel vagina dan secara langsung meningkatkan virulensi ragi.
Timbulnya kandidiasis sering terjadi selama pemakaian antibiotik oral sistemik khususnya spektrum lebar seperti tetrasiklin, ampisilin, dan sefalosporin karena flora bakteri vagina normal yang bersifat protektif seperti Lactobacillus juga tereliminasi.
Pakaian ketat ditambah dengan celana dalam nilon meningkatkan kelembaban dan suhu di daerah perineal sehingga mempermudah tumbuh kembang jamur. C.albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas. Pertumbuhannya akan lebih baik pada pH 4,5-6,5, suhu 28-37 ºC.
Kandidosis vulvovaginitis banyak menyerang wanita dalam masa subur, kebanyakan dengan faktor resiko yang menyebabkan perubahan dari pembawa asimtomatik menjadi simtomatik. Faktor-faktor tersebut adalah :
Faktor endogen, yang meliputi :
Perubahan fisiologik :
- Kehamilan
- Kegemukan
- Debilitas
- Premenstrual
- Keadaan imunodepresi
- Iatrogenik
- Diabetes Mellitus
2. Medikasi :
- Penggunaan obat antibiotik dan kortikosteroid jangka lama.
- Alat-alat kontrasepsi (IUD, kondom, diafragma, spons) dan kotrasepsi oral.
Faktor eksogen, yang meliputi :
Iklim, panas, kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat.
Keadaan higenitas.
Pemakaian pakaian yang berbahan panas, tidak menyerap keringat, terlalu ketat seperti bahan nylon.
GEJALA KLINIS
Gejala khas candidiasis yang paling dikenal oleh umum adalah keluarnya cairan vagina berwarna putih menyerupai keju cottage. Mungkin karena inilah candidiasis popular dengan sebutan ‘keputihan’. Cairan putih keju tersebut berbau tidak sedap, tetapi tidak busuk. Ketika Candida tumbuh semakin pesat, sel-selnya mengalami metamorfosis. Sebagai khamir alias ragi yang semula selnya berbentuk bulat, berubah menjadi kapang yang berfilamen, memiliki sulur-sulur akar. Akar ini akan berkembang semakin panjang dan menembus sel mukosa usus. Setelah mencapai sistem sirkulasi, Candida akan melepaskan zat racun. Bersama protein yang tidak tercerna, zat racun ini akan merasuki seluruh jaringan tubuh dan mengakibatkan kemerosotan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya, muncul reaksi alergi, kelelahan, dan masalah kesehatan lainnya. Istilah lain gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh ‘jamur’ Candida ini adalah sindroma Candida kronis (Candida-Related Complex, CRC).
Gejala :
Asimtomatik pada 20-50% wanita
Rasa panas
Sekret berwarna keputihan, tidak berbau tapi kadang berbau masam atau asam
Iritasi pada vulva
Rasa gatal (itching)
Disuria
Dispareuni
Tanda :
vulvitis dengan eritem dan edema vulva
fisura perineal
pseudomembran
lesi satelit papulopustular disekitar pseudomembran
karakteristik duh vagina berbentuk keju berwarna putih
terdapat vaginitis dan ekskoriasivitis baik pada pemeriksaan langsung maupun dengan kolposkopik.
DIAGNOSIS
Tidak ada gejala dan tanda klinis yang spesifik untuk menegakkan diagnosis KVV. Gejala yang sering terjadi adalah gatal (pruritus) dan duh vagina. Karakteristik duh vagina seperti keju lunak berwarna putih susu, mungkin bergumpal, dan tidak berbau. Rasa nyeri pada vagina, iritasi dan sensasi terbakar pada vulva, dispareuni, serta disuria juga dapat dikeluhkan.
Pada inspeksi, dapat dilihat labia dan vulva eritem dan membengkak disertai lesi pustulopapular diskret di bagian tepi. Melalui spekulum, serviks terlihat normal sedangkan epitel vagina tampak eritem disertai duh keputihan dan terdapat lesi satelit. Infeksi dapat menjalar ke daerah inguinal dan perianal.
Balanopostitis terjadi pada pria yang berhubungan seksual dengan wanita yang terinfeksi. Gejalanya berupa kemerahan, gatal, dan sensasi terbakar pada penis. Gejala pada pria tersebut biasanya bersifat sembuh sendiri (self-limiting).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikroskopik
Pada pemeriksaan mikroskopik sekret vagina dengan sediaan basah KOH 10% dapat terlihat adanya bentuk ragi (yeast form): blastospora dan pseudohifa (seperti sosis panjang tersambung). Dengan pewarnaan Gram dapat ditemukan pseudohifa yang bersifat Gram positif dan blastospora.
2. Kultur fungal positif
Jarang dilakukan, tetapi berguna dalam mengidentifikasi penyebab kandidosis vulvovaginitis kambuhan atau rekuren.
3. Candida on Pap Smear
Spesifik tetapi tidak sensitif.
4. Konfirmasi PH vagina
Normal PH vagina adalah 4-4,5
5. Tes amin (sniff atau amin odor test)
Hasil positif pada kandidosis vulvovaginitis, negative pada vaginitis bacterial.
DIAGNOSIS BANDING
a. Penyebab vaginitis lainnya seperti:
- Vaginosis bakterial
- Trikomoniasis
b. Infeksi servisitis
c. Vaginitis alergi atau vulvitis
d. Vulvodinia
e. Liken planus
PENATALAKSANAAN
Pengobatan kandidosis vulvovaginitis dengan obat anti kandida topikal krim maupun tablet vaginal. Preparat azol lebih efektif daripada nistatin. Pengobatan menghasilkan penyembuhan 80-90%.
a. Pengobatan topikal :
- mikonazol 200 mg intravaginal/hari selama 3 hari
- klotrimazol 200 mg intravaginal/hari selama 3 hari
- klotrimazol 500 mg intravaginal dosis tunggal
- butoconazol 2% krim vulva diberikan selama 1-7 hari
- nistatin 100.000 IU intravaginal/hari selama 7-14 hari
- klotrimazol 1 % atau mikonazol 2 % atau tiokonazol 6,5% krim vulva 7-14 hari
b. Pengobatan sistemik :
Beberapa uji coba menunjukkan hasil pengobatan oral dengan flukonazol, ketokonazol, atau itrakonazol sama efektifnya dengan pengobatan topikal. Penggunaan secara oral memang lebih mudah, tetapi potensi toksisitasnya khususnya ketokonazol harus dipertimbangkan.
- Pemberian nistatin secara oral tidak terbukti efektif untuk pengobatan kandidosis vulvovaginitis.
- Pemberian ketokonazol dosis 2 x 200 mg selama 5 hari, atau
- Flukonazol 150 mg sebagai dosis tunggal
- Untuk pengobatan kandidosis vulvovaginitis kambuhan atau rekuren:
- Pengobatan setiap bulan dengan satu klotrimazol 500 mg intravaginal,
- Ketokonazol 200 mg/hari selama 5 hari setiap bulan, atau
- Flukonazol 150 mg oral setiap bulan.
c. Untuk pengobatan profilaksis :
Flukonazol 150 mg dosis tunggal setiap minggu sampai bulan dengan monitor enzim liver 1-2 bulan. Flukonazol ditoleransi baik dan aman, dan merupakan pengobatan standar kandidosis vulvovaginitis yang mengalami kekambuhan, tidak seperti ketokonazol yang hepatotoksik. Penggunaan selama 6 bulan tidak mengakibatkan resisten terhadap flukonazol, penggunaan flukonazol pada orang yang imunodefisiensi dapat mengakibatkan resistensi.
d. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.
perlu pula mengendalikan faktor risiko dan sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual sebelum dinyatakan sembuh atau menggunakan kondom. Pasangan juga perlu diobat apabila terbukti menderita kandidiasis. Hindari pula pemakaian bahan iritan lokal, seperti produk berparfum.
PENCEGAHAN
MENJAGA KESEHATAN VAGINA
Obat antiseptik
Jangan membersihkan vagina dengan obat-obatan antiseptik setiap hari atau sebentar-sebentar dicuci. Bila hendak membersihkan dengan menggunakan obat-obatan cukup dilakukan dua minggu sekali, yaitu dipertengahan siklus menstruasi.
Harus steril
Penggunaan tisu basah atau produk panty liner harus betul-betul steril. Bahkan, kemasannya pun harus diperhatikan. Jangan sampai menyimpan sembarangan, misalnya tanpa kemasan ditaruh dalam tas bercampur dengan barang lainnya. Karena bila dalam keadaan terbuka, bisa saja panty liner atau tisu basah tersebut sudah terkontaminasi.
Tidak lembab
Perhatikan kebersihan setelah buang air besar atau kecil. Setelah bersih, jangan lupa untuk mengelapnya dengan tisu kering atau handuk khusus. Jangan dibiarkan dalam keadaan lembab.
Kebersihan air
Bila buang air kecil di tempat umum, perhatikan kebersihan airnya. Bila ragu, sebaiknya dilap saja dengan tisu.
Gunakan bahan katun
Jangan sekali-kali menggunakan celana yang berbahan nilon. Bahan katun lebih baik karena menyerap keringat.
Tak perlu dibedak
Jangan memberi bedak atau talk pada daerah vagina. Karena bisa menimbulkan keganasan (kanker) di indung telur
Berkaitan dengan sanggama
Bila melakukan senggama, usahakan sebelum dan sesudahnya baik isteri maupun suami, menjaga kebersihan alat kelaminnya.
PROGNOSIS
Kandidosis vulvovaginitis dapat sembuh dengan baik dengan pengobatan yang adekuat, tetapi jika terjadi reinfeksi atau tidak adekuatnya pengobatan, kandidosis vulvovaginitis bisa menjadi kambuh.
Angka kesembuhan dengan antimikotik golongan azole mencapai 80-90%. Pada individu yang menderita HIV, dapat dijumpai kasus resistensi terhadap golongan azole (flukonazol).
Bagaimanapun, mencegah lebih baik daripada mengobati. Langkah pencegahan tersebut dikenal dengan A-B-(4)C (Abstinence, Be faithfull, Contact treatment, Compliance, Confidential counseling, dan Condom use).
Edukasi terhadap penyakit-penyakit yang dapat ditularkan melalui aktivitas seksual perlu digalakkan. Jangan sampai pasien tidak mendapat informasi yang mereka butuhkan. Akhir kata, jangan sampai ada pasien yang mengeluh, “if we go to the doctor and ask whether this (vaginal discharge) is serious or not, the doctor always answers ‘no problem”.
bagaimana caranya mengobati vulvovaginitis tapi tidak menegluarkan banyak uang karena saya maih anak sekolah, jadi tidak punya uang…
mohon dibantu secepatnya ya…
terima kasih…
jagalah kebersihan vagina anda, jika sedang mens jgn lupa sering2 menganti pembalut agar vagina tdk lembab…itu adalah cara yg paling baik untuk mencegahnya.